Harga yang Mahal untuk Ibu Bayar

Sara Fiza
2 min readApr 12, 2021

--

“Bu, berapa uang yang ibu habiskan untuk membesarkanku?

Ibu masih terus menggerus cabai rawit dan tomat. Tak menjawabku.

“Bu?”

“Iya ibu denger, ibu lagi mikir. Dan Ibu kayaknya enggak tahu mesti jawab apa. Enggak pernah ngitung.”

“Aku dulu dilahirkan normal apa caesar?”

“Caesar. Terus kamu harus diam dulu di inkubator khusus beberapa hari” katanya sambil terus menggerus cabai yang masih belum halus-halus juga.

“Mahal ya, bu?” kataku lagi

“Iya sih. Tapi, tenang aja. Ayah dan Ibu punya tabungan kok waktu itu.”

“Kalau diitung-itung kasar nih bu, dari pas aku lahiran ampe sekolah SMA kayak sekarang, habis ratusan juta loh, Bu. Eh bahkan kayaknya sampai 1 milyaran lebih deh.”

“Ah, masa iya?”

“Iya bu… Nih ya..” Aku mulai menuliskan digit-digit angka di kertas dan menambahkannya. Ibu tidak melihat, ibu beralih dari sambalnya yang sudah jadi ke teko teh yang hangat dan menuangkannya. Sambil menyeruput teh hangatnya ibu melirik kertasku.

“Sudah enggak usah dihitung-hitung. Pusing kepala kamu nanti.”

“Mahal ya bu berjuang buat aku? berat ya bu?” aku menundukkan kepala dengan lesu, “Padahal dengan uang sebesar itu ibu bisa beli apapun yang ibu mau”

“Ih, ngomong apaan kamu? Ibu kan maunya kamu.”

Aku tersentak, ada perasaan hangat mengalir tiba-tiba dalam hatiku, “Kok ibu mau? aku sering bentak-bentak ibu, lho. Terus aku makannya juga banyak, terus kalau lagi ada maunya…”

“Sst.. Udah, udah. Enggak usah dibahas semua kekurangan kamu, karena pasti banyak. Begitupun kekurangan ibu, pasti banyak juga. Ibu enggak perlu kok daftar kekurangan kamu, ibu juga enggak perlu daftar pengeluaran untuk membesarkan kamu. Kasih sayang ibu, gratis. Kamu kalau ada beban, cerita sama ibu. Kalau kamu capek, pulang ke ibu. Cita-cita ibu banyak, tapi salah satu yang paling bahagia adalah ibu pengen jadi rumah yang nyaman buat kamu. Maaf kalau selama ibu ngebesarin kamu ibu terlihat dan terasa kurang ikhlas ya”

Ibu memelukku singkat, menepuk pelan punggungku, kemudian melepaskan pelukannya dan memunggungiku pergi ke halaman depan.

“Udah enggak usah dibahas lagi. Mandi terus makan.”

“Bu…”

“Sayangin diri kamu ya. Masa ibu udah sebegini sayangnya, kamu masih aja benci ama diri kamu sendiri. Ibu enggak rela ya.”

Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut ibuku ketika hatiku terbersit, “Kok ibu mau sih besarin anak yang enggak guna kayak aku” dan pikiran-pikiran tak berdaya lainnya.

Aku kemudian menghapus pikiran itu, menghapus juga airmata yang tiba-tiba menetes di ujung mataku dan melangkah ke kamar mandi, mengikuti apa yang ibu mau: mandi, makan, menyayangi diriku sendiri.

--

--

Sara Fiza

The one who survives and tells the tale. Selain menulis, saya menyuarakan keramaian dalam kepala melalui podcast Urai di bit.ly/podcasturai